Rabu (06/09/2023), aku berkesempatan mengikuti pelatihan tematik seperti sebelumya yaitu ACBF (Amil Capacity Building Festival) ke-3 dari Sekolah Amil Indonesia. Pelatihan ketiga di hari kedua kali ini membahas topik karakteristik kemiskinan dan penanggulangannya oleh Prof. Sigit Iko Sugondo. Beberapa catatan penting pada pelatihan kali ini akan aku rangkum dibawah ini. Langsung saja yuk lanjut membacanya ya!
Cakupan dan besaran kemiskinan
Menurut aspek syariah secara definisi sudah selesai namun yang jadi permasalahan selanjutnya adalah definisi operasional bagimana menyelesaikan kemiskinan di Masyarakat. Bila merujuk undang-undang maka kemiskinan berpatok pada rilis BPS (Badan Pusat Statistika) dan TPT (Tingkat Pengangguran Tetap) yang biasanya rilis pada bulan maret dan september. BPS menggunakan konsep dari pemenuhan kebutuhan dasar seseorang seperti pengukuran pengeluaran minimum misalnya makanan berapa dan pakaian berapa. Seseorang yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan makan disebut penduduk miskin. Pendapatan dibandingkan kebutuhan dasar minimum yang dihitung oleh BPS. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat inflasi, kenaikan harga bahan pokok, dan sebagainya.
Seseorang yang lepas dari garis kemiskinan belum disebut sebagai layak, karna garis kelayakan masih diatas garis kemiskinan. Pendekatan makro yang disusun oleh BPS berbentuk statistik sampel yang sayangnya tidak akan dapat menunjukan siapa dan tingkat posisi kemiskinan. Sedangkan pendekatan mikro dapat menunjukkan tingkat kemiskinan by name dan by address dengan bersumber dari DTKS Dinsos. Data makro untuk perencanaan dan evaluasi sedangkan data mikro untuk menentukan sasaran penerimanya. Sehingga identifikasi mustahik disebut sebagai pendekatan mikro.
Di Aceh badan zakat yang menjadi satu dengan pemerintah maka datanya akan relate terhubung menjadi satu terpadu. Pada tingkat negara maka ada alat pengukur bernama paritas daya beli (purchasing power parity) yang dikeluarkan oleh Word Bank, data ini dapat digunakan untuk melihat tingkat kemiskinan antar negara. Penghitungan P3 ini hampir sama dengan penghitungan BPS namun yang membedakan adalah penggunaan mata uang, P3 dihitung menggunakan mata uang dollar hasil konversi dari mata uang negara setempat. Kelemahannya adalah P3 ini tidak memperhatikan kualitas suatu barang misalnya beras, beras tersebut beras level berapa, atau tepung, tepung tingkat kualitas berapa dan sebagainya.
Beras dan rokok menjadi dua konsumsi favorit orang miskin sebab ada beberapa komponen yang sering ditemui oleh orang miskin seperti kebiasaan budaya dalam pemberian gabah setelah adanya upacara syukur panen beras.
Had kifayah dan KHL
Garis kemiskinan menurut BAZNAS adalah Rp3.000.000,- yang berada sedikit GK BPS. KHL sendiri 20% diatas Had Kifayah. Baru diatas itu adalah Nisab zakat, yaitu orang yang sudah dapat membayar zakat. Sedangkan mustahik sendiri maksimal pada posisi GK BPS, bila sudah masuk Had Kifayah maka sudah tidak layak menjadi Mustahik. Kemiskinan relatif apabila suatu penghasilan berbeda posisinya bila pindah area hidup. Misalnya gaji 5 juta di jakarta akan dibawah kemiskinan, namun bila 5 juta di desa akan disebut orang kaya.
Indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di Indonesia. Tingkat kedalaman adalah sejauh mana seseorang berada jauh dari garis kemiskinan, sedangkan indeks keparahan adalah perbandingan antar seseorang yang masih dalam golongan dibawah garis kemiskinan yang paling membutuhan dan kekurangan. Pembagian tingkat kemiskinan dapat menggunakan DESIL dalam 10 tingkatan, mulai dari miskin ekstrim, miskin, hampir miskin, dan seterusnya. Dalam defisini mustahik ekstrim miskin itu disebut Fakir sedangkan miskin ya golongan asnaf miskin.
Penanggulangan kemiskinan menurut pemerintah secara teori sejalan dengan zakat, yaitu menurunkan beban pengeluaran dengan pemberian sembako misalnya dan untuk meningkatkan pendapatan maka dilakukan pemberdayaan dana zakat kepada mustahik. Kemiskinan bisa berasal dari kultur budaya (cultural poverty) seperti “mangan ora mangan sing penting kumpul” atau “banyak anak banyak rezeki”, hal ini perlu diperhatikan secara baik dan berani untuk mustahik agar dapat lolos dari garis kemiskinan. Kemiskinan juga dapat berasal dari natural (natural poverty) karena jumlah SDM tidak sebanding dengan SDA yang ada di suatu lokasi tertentu. Kemiskinan struktural juga menyebabnya terjadinya peningkatan kemiskinan dimasyarakat yaitu bagaimana SDM kurang dapat mengelola SDA yang ada sehingga disinilah perlunya pengelolaan zakat untuk pendayagunaan dan permberdayaan.
Kemiskinan ini juga dapat membuat seseorang menjadi unvisible karena sulit pendapatkan pinjaman keuangan. Hal ini juga disayangkan menjadi permasalah yaitu menggantungkan hari tua pada anak atau JHT (jaminan hari tua). Nah bagaimana penanggulangannya yaitu kolaborasi dalam menghapus kemiskinan di masyarakat dengan adanya kehadiran lembaga dan organisasi seperti BAZNAS dan LAZ.
Saran untuk lembaga RUMAH ZIS UGM dari hasil pertanyaan kepada narasumber adalah mengadakan proses fasilitator untuk mencari mustahik mana yang sudah tidak dapat diberdayakan dan mana mustahik yang masih dapat diberdayakan. Pencarian kompetensi mustahik ini dilakukan oleh fasilitator, misalnya bila mustahik belum mengetahui potensi kompetensinya maka fasilitator harus bisa menguatkan agar mustahik berdaya menuju garis stabil kemiskinan. Ada 4 fase hidup lembaga: inisiasi, berusaha, berkembang dan dewasa, nah RUMAH ZIS UGM di thun 2023 di usianya 15 tahun masih berada pada tahap ke tiga yaitu menuju berkembang.
(Catatan Amil Capacity Building Festival 2023)